cfi-indonesia.id. Namrole, 29 September 2025 – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama Pemerintah Provinsi Maluku serta Pemerintah Kabupaten Buru Selatan melalui program GEF-6 CFI Indonesia menegaskan langkah strategis untuk memperkuat manajemen efektivitas pengelolaan Kawasan Konservasi di Perairan Buru Selatan. Upaya ini dipandang penting tidak hanya sebagai bentuk perlindungan ekosistem laut, tetapi juga sebagai motor penggerak ekonomi pesisir dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kepala Dinas KP Maluku Dr. Ir. Erawan Asikin, M.Si menyampaikan arahan pada Pertemuan Manajemen efektivitas pengelolaan Kawasan Konservasi di Perairan Buru Selatan, Namrole (28/09/2025)
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku Dr. Ir. Erawan Asikin, M.Si dalam arahannya menjelaskan bahwa keberhasilan pengelolaan kawasan konservasi akan sangat ditentukan oleh efektivitas manajemennya, mulai dari perencanaan, implementasi hingga evaluasi. Hal ini sejalan dengan target global tahun 2045, yakni mengalokasikan 30 persen wilayah laut dunia sebagai kawasan konservasi. “Untuk Maluku, kebutuhan kawasan konservasi mencapai 4,5 juta hektare di dalam 12 mil laut, dan capaian saat ini sudah sekitar 29,25 persen. Artinya, ada ruang besar untuk memperkuat pengelolaan, termasuk di Buru Selatan,” jelasnya.
Ia menambahkan, kawasan konservasi terbukti mampu menjaga stok ikan, meningkatkan produktivitas nelayan, sekaligus membuka lapangan kerja baru melalui sektor turunan seperti pariwisata bahari dan hilirisasi perikanan. “Dengan manajemen yang baik, bahkan di tengah kondisi efisiensi anggaran, konservasi dapat memberikan manfaat ganda: menjaga keberlanjutan ekosistem laut sekaligus memperkuat ekonomi lokal. Dukungan program seperti GEF-6 CFI Indonesia, Laut untuk Kesejahteraan, hingga proyek internasional seperti TFCCA (Tropical Forest and Coral Reef Conservation Act) menjadi bukti nyata potensi yang bisa diraih,” tegasnya.
Bupati Buru Selatan La Hamidi menyampaikan sambutan sekaligus membuka secara langsung Pertemuan Manajemen efektivitas pengelolaan Kawasan Konservasi di Perairan Buru Selatan, Namrole (28/09/2025)
Bupati Buru Selatan, La Hamidi, dalam sambutannya menegaskan bahwa wilayahnya memiliki potensi kelautan dan perikanan yang luar biasa, khususnya di Kecamatan Kapala Madan. Potensi tersebut meliputi perikanan tangkap, ekowisata bahari, serta ekosistem penting seperti terumbu karang, padang lamun, dan hutan mangrove. “Lebih dari 20 ribu penduduk Kecamatan Kapala Madan menggantungkan hidupnya dari laut. Karena itu, manajemen efektivitas kawasan konservasi menjadi kebutuhan mendesak, bukan sekadar wacana,” ujarnya.
Meski demikian, Bupati mengakui masih terdapat tantangan besar dalam pengelolaan, antara lain praktik penangkapan ikan destructif di masa lalu, degradasi habitat, serta keterbatasan pemahaman masyarakat tentang konservasi. Namun, ia menegaskan upaya pengawasan dan edukasi yang dilakukan beberapa tahun terakhir telah menunjukkan hasil. “Sekitar sepuluh tahun lalu, masih ditemukan penggunaan alat tangkap terlarang. Berkat pos pengawasan dan pendampingan yang intensif, praktik itu berhasil dihentikan. Kini, ekosistem laut mulai pulih dan masyarakat bisa merasakan dampak positifnya,” jelas Bupati.
Dalam kerangka kebijakan daerah, Pemerintah Kabupaten Buru Selatan telah mengusulkan untuk dicadangkan 60.052,84 hektare perairan sebagai kawasan konservasi di Kapala Madan. Kawasan ini juga telah diakomodir dalam Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Maluku. Proses penetapan kawasan ini juga dilakukan secara partisipatif, melalui konsultasi publik sejak 2024 di tingkat desa hingga kabupaten.
“Efektivitas pengelolaan tidak hanya diukur dari luas kawasan, tetapi dari bagaimana masyarakat lokal dilibatkan sejak awal dan menjadi bagian dari pengelolaannya. Mereka bukan hanya penerima manfaat, tetapi juga garda terdepan dalam menjaga laut,” tambah Bupati.
Selain memperkuat konservasi, Pemkab Buru Selatan juga mendorong hilirisasi sektor perikanan agar hasil tangkapan bernilai tambah dapat diolah langsung di daerah. Upaya ini diyakini akan menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan daya saing produk perikanan lokal.
Secara geografis, posisi Buru Selatan yang berada di jalur pelayaran internasional Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) III serta dilalui rute pelayaran Darwin–Maluku, semakin menegaskan nilai strategis kawasan ini. “Buru Selatan bukan hanya penting untuk Maluku, tetapi juga memiliki peran signifikan dalam konektivitas perdagangan global. Karena itu, manajemen konservasi harus terintegrasi dengan strategi ekonomi daerah,” jelas Bupati.
Bupati menegaskan bahwa konservasi bukanlah upaya membatasi masyarakat dalam memanfaatkan laut, melainkan jaminan bahwa sumber daya akan tetap tersedia untuk generasi mendatang. “Dengan dukungan pemerintah provinsi, peemrintah pusat, serta mitra seperti GEF-6 CFI Indonesia, kami optimis kawasan konservasi Buru Selatan akan menjadi model pengelolaan efektif yang memberi manfaat besar bagi masyarakat dan lingkungan,” ujarnya.
Kegiatan penguatan manajemen efektivitas pengelolaan kawasan konservasi ini dilaksanakan di Namrole pada 29 September 2025. Acara tersebut dihadiri Bupati Buru Selatan, Ketua DPRD, OPD terkait lingkup Pemerintah Kabupaten Buru Selatan, unsur TNI/Polri, perwakilan instansi pusat, serta lembaga terkait.
Pertemuan Kemitraan Pengelola Kawasan Konservasi di Desa Waikeka Kecamatan Kepala Madan Kabupaten Buru Selatan
Sebelumnya, kegiatan serupa juga telah digelar di tingkat desa, yang dipusatkan di Desa Pasir Putih, Fogi, Walbele, Batu Layar, Biloro, Waikeka, hingga Desa Balpetu. Partisipasi masyarakat sejak tahap awal ini menjadi kunci dalam membangun pengelolaan kawasan konservasi yang efektif, berkelanjutan, dan berkeadilan.
Melalui dukungan pendanaan dari GEF-6, CFI Indonesia bersama Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Maluku telah melaksanakan kegiatan serupa di Kabupaten Seram Bagian Timur. Pemerintah daerah setempat pun telah mengusulkan pencadangan kawasan konservasi baru seluas 189.875,65 hektare.
Pada kesempatan terpisah Project Manager GEF 6 CFI Indonesia Dr. Adipati Rahmat menyampaikan selama empat tahun terakhir, project ini telah berkontribusi signifikan dalam meningkatkan efektivitas pengelolaan Kawasan Konservasi Daerah di Maluku Tenggara dan Seram Bagian Timur. “Selain itu, project ini juga memfasilitasi pembentukan tiga Kawasan Konservasi Baru di Provinsi Maluku, yang tersebar di Kabupaten Buru, Buru Selatan, dan Seram Bagian Timur” ujarnya.
“Tak hanya mendukung pembentukan kawasan konservasi baru, CFI Indonesia juga berperan dalam mendorong pencadangan kawasan berbasis pengelolaan adat melalui pendekatan OECM (Other Effective area-based Conservation Measures) di Maluku Tenggara dan Seram Bagian Timur” tegas Adipati.
Melalui kegiatan ini, DKP Maluku dan GEF-6 CFI Indonesia berharap pengelolaan kawasan konservasi di kedua kabupaten tersebut dapat berjalan lebih efektif. Harapan ini didasarkan pada sinergi lintas sektor, partisipasi aktif masyarakat, serta dukungan berkelanjutan dari seluruh pemangku kepentingan.
0 COMMENTS