728 x 90

RAN PPSK: STRATEGI NASIONAL INDONESIA DUKUNG NELAYAN KECIL MENUJU LAUT BERKELANJUTAN

cfi-indonesia.id Jakarta, 17 Oktober 2025 – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) kembali menggelar lokakarya tahap akhir penyusunan Rencana Aksi Nasional Pengelolaan Perikanan Skala Kecil (RAN PPSK). Kegiatan yang didukung pendanaan dari GEF 6 CFI Indonesia ini bertujuan mengumpulkan masukan dari berbagai pemangku kepentingan agar dokumen RAN PPSK benar-benar mewakili seluruh elemen masyarakat.

Lokakarya yang digelar secara hybrid di Jakarta pada 15-17 Oktober ini diikuti lebih dari 100 peserta dari berbagai instansi pemerintah, akademisi, LSM, serta mitra internasional seperti, WWF dan GEF Agency. Hadir pula pejabat tinggi KKP, termasuk Sekretaris DJPT Ridwan Mulyana, Tenaga Ahli Menteri KP Moh Abdi Suhufan, dan Staf Khusus Bidang Pengawasan TB Ardi Januar.

Kegiatan Lokakarya Tahap Akhir Penyusunan Rencana Aksi Nasional Pengelolaan Perikanan Skala Kecil (RAN PPSK) dilaksanakan secara hybrid dihadiri lebih dari 100 peserta juga Sekretaris DJPT Ridwan Mulyana, Tenaga Ahli Menteri KP Moh Abdi Suhufan, dan Staf Khusus Bidang Pengawasan TB Ardi Januar, difasiltasi melalui pendanaan hibah GEF 6 CFI Indonesia,  Jakarta (15-17/10/2025).

Komitmen KKP: Dari Regulasi ke Implementasi Nyata

Dalam sambutannya, Sekretaris Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Ridwan Mulyana menegaskan pentingnya RAN PPSK sebagai pijakan operasional nasional yang mengacu pada standar global. Ia menyampaikan,

“FAO sudah merilis SSF Guidelines sejak 2014, yang sejak awal telah diadopsi Indonesia. Bahkan kita sudah punya draf RAN SSF sejak 2015, meski belum disahkan. Tapi prinsipnya sudah berjalan. Kini, dengan dinamika terkini, finalisasi dan sosialisasi RAN ini menjadi keharusan agar panduan internasional ini punya pijakan hukum nasional yang kuat.”

Ridwan juga berharap dokumen ini tidak hanya jadi wacana, tapi benar-benar dapat diimplementasikan oleh berbagai institusi.

“Saya berharap penyusunan RAN PPSK ini lebih implementatif karena melibatkan institusi dan direktorat lainnya,” ujarnya.

Tenaga Ahli Menteri KP Bidang Perlindungan Nelayan dan Awak Kapal, Moh Abdi Suhufan, mengingatkan tantangan yang dihadapi nelayan kecil dalam konteks kebijakan nasional dan global.

“Negara sudah punya Undang-Undang Perlindungan Nelayan No. 7 Tahun 2016, tapi secara global kadang kebijakan nasional kita bertentangan, seperti dalam pertemuan WTO yang tidak setuju dengan upaya pelindungan Indonesia,” jelasnya.

Ia juga membandingkan karakteristik perikanan Indonesia dengan negara lain:

“Kalau Cina, rata-rata kapalnya besar dan beroperasi secara global. Sementara Indonesia mayoritas nelayan kecil yang memang butuh perlindungan negara. Tahun ini sudah ada pembangunan kapal nelayan modern, dan tahun depan akan diperluas dengan pembangunan seribu kampung nelayan Merah Putih. Ini adalah langkah cepat pemerintah di lapangan selain regulasi yang terus dilengkapi.”

Staf Khusus Bidang Pengawasan dan Pengendalian Kebijakan dan Program Prioritas, TB Ardi Januar  dan Tenaga Ahli Menteri KP Bidang Perlindungan Nelayan dan Awak Kapal, Moh Abdi Suhufan ikut menyampiakan sambutan pada Kegiatan Lokakarya Tahap Akhir Penyusunan Rencana Aksi Nasional Pengelolaan Perikanan Skala Kecil (RAN PPSK), selanjutnya di acara dibuka oleh Sekretaris DJPT, Ridwan Mulyana,  Jakarta (15//10/2025).

Sementara itu, Staf Khusus Bidang Pengawasan dan Pengendalian Kebijakan dan Program Prioritas, TB Ardi Januar, menyampaikan dukungan kuat Presiden Prabowo terhadap sektor kelautan dan perikanan.

“Pak Presiden sangat berharap besar dengan KKP, mulai dari perikanan tangkap, budidaya, kesejahteraan nelayan, hingga ekosistem laut dan pengawasannya. Ini terlihat dari target swasembada garam nasional 2027, serta program seperti pembangunan 1000 kampung nelayan Merah Putih, modernisasi kapal, sekolah polteknik, dan rumah susun,” paparnya.

Ardi juga menyoroti potensi ekonomi sektor kelautan yang masih belum tergarap optimal:

“PNBP sektor kelautan dan perikanan baru mencapai 1 triliun rupiah, padahal hasil tangkapan nasional mencapai 7 juta ton. Kalau nelayan kecil tangkapannya 4 juta ton yang tidak menghasilkan PNBP, sisanya 3 juta ton kalau dihitung PNBP-nya seharusnya bisa mencapai 3 triliun. Ini menunjukkan masih banyak potensi yang bisa dimaksimalkan.”

Mengapa Nelayan Kecil Perlu Jadi Prioritas?

Nelayan kecil di Indonesia adalah tulang punggung perikanan nasional. Data terbaru menunjukkan sekitar 80% produksi perikanan berasal dari nelayan skala kecil, dengan kapal berukuran di bawah 10 GT. Setelah peraturan terbaru (PP No. 28 Tahun 2025), kapal berukuran hingga 5 GT juga dikategorikan sebagai nelayan kecil, yang kini mencakup sekitar 75% dari total nelayan di Tanah Air.

Mereka bukan hanya pelaku ekonomi biasa. Nelayan kecil adalah garda terdepan dalam menjaga ketahanan pangan biru, sumber protein hewani dari laut yang vital bagi masyarakat Indonesia. Namun, di balik peran penting ini, mereka menghadapi tantangan besar: keterbatasan akses modal, teknologi, pasar, hingga perlindungan hukum dan sosial. Ditambah lagi, perubahan iklim dan tekanan lingkungan semakin memperburuk situasi mereka.

Secara global, praktik overfishing dan by-catch masih marak terjadi. Jika tidak ada upaya serius, sumber daya laut bisa menurun drastis dalam beberapa dekade ke depan. Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, harus merespons dengan strategi yang tepat dan terintegrasi.

Strategi Utama: Pendekatan Ekosistem dan Inklusif

Pendekatan utama yang diusung RAN PPSK adalah Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM). Alih-alih hanya melihat ikan sebagai komoditas, EAFM mengelola perikanan dengan mempertimbangkan keseimbangan ekologi, sosial, ekonomi, dan budaya. Pengambilan keputusan tidak hanya didasarkan pada jumlah tangkapan, tetapi juga kesehatan ekosistem, habitat laut, dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

Lebih penting lagi, RAN PPSK mendorong keterlibatan aktif nelayan kecil dalam proses pembuatan kebijakan—mulai dari konsultasi, perencanaan, hingga evaluasi. Model partisipatif ini diyakini memperkuat legitimasi kebijakan dan memastikan solusi yang dihasilkan sesuai dengan kondisi lapangan.

Dalam paket kebijakan ini juga termasuk kemudahan perizinan, akses modal, jaminan sosial, dan pengakuan hak tangkap tradisional. Program perlindungan seperti asuransi risiko musim paceklik dan kecelakaan juga menjadi bagian dari strategi pemerintah untuk memastikan keberlanjutan kehidupan nelayan.

Implementasi dan Tindak Lanjut

Dokumen final akan memuat matriks aksi yang jelas, mulai dari isu strategis, aksi prioritas, indikator keberhasilan, hingga lembaga pelaksana dan target waktu

KKP bersama pemerintah daerah, LSM, dan komunitas nelayan akan berperan aktif dalam pelaksanaan dan pemantauan, memastikan program berjalan sesuai target.

Adipati Rahmat, Project Manager GEF 6 CFI Indonesia, menyatakan dukungan penuh agar RAN PPSK segera dibukukan dan diluncurkan resmi oleh Menteri Kelautan dan Perikanan. Menurutnya, dokumen ini sangat penting untuk menjawab kebutuhan mayoritas nelayan Indonesia yang beroperasi secara kecil-kecilan.

Tantangan dan Harapan ke Depan

Meski kebijakan sudah matang, tantangan terbesar adalah implementasi di lapangan. Regulasi kuat tidak akan efektif tanpa kapasitas lokal yang memadai, pendanaan cukup, dan sinergi antar sektor. Perubahan iklim dan degradasi habitat laut juga menuntut inovasi teknologi dan adaptasi berbasis riset.

Namun, peluangnya sangat besar. Dengan RAN PPSK, Indonesia dapat: Meningkatkan kesejahteraan nelayan kecil dan mengurangi kesenjangan; Mewujudkan target SDGs dan komitmen Paris Agreement melalui aksi nyata di laut; Menjadi contoh regional dalam pengelolaan perikanan skala kecil yang adil, inklusif, dan berkelanjutan.

RAN PPSK adalah titik temu antara ambisi nasional dan realitas lokal. Jika dijalankan dengan sungguh-sungguh, dokumen ini bisa menjadi tonggak baru sektor perikanan Indonesia — bukan hanya menjaga stok ikan

 

0 COMMENTS

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *

0 Comments