Terbitnya Peraturan Gubenur Rencana Aksi Daerah Konservasi Penyu Dan Pencadangan Kawasan Konservasi Daerah Di Maluku
Pemerintah Provinsi Maluku berhasil menerbitkan regulasi pengelolaan konservasi penyu melalui Peraturan Gubenur (Pergub) Maluku Nomor 43 Tahun 2024 tentang Rencana Aksi Daerah (RAD) Konservasi Penyu menerbitkan Keputusan Gubernur Maluku Nomor 1957 Tahun 2024 Tentang Pencadangan Kawasan Konservasi Daeraн Di Perairan Provinsi Maluku 1,031,665.13 Ha. Keberhasilan tersebut tidak terlepas dari peran Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui CFI Indonesia bersama Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Maluku memfasilitasi proses penelitian, penyusunan dan harmonisasi dengan berbagai pihak.
Perairan Buru Selatan, Kabupaten Buru Selatan 87.570,95 Hа masuk dalam Pencadangan Kawasan Konservasi Daeraн Di Perairan Provinsi Maluku ikut difasilitasi oleh CFI Indonesia.
Sebelum terbitnya produk hukum Rencana Aksi Daerah Konservasi Penyu, CFI Indonesia memfasilitasi DKP Provinsi Maluku menyelenggarakan kegiatan harmonisasi dengan Kementerian Dalam Negeri berlangsung pada tanggal akhir tahun lalu di Jakarta. Tujuannya untuk menyelaraskan peraturan gubernur terkait konservasi penyu dengan kerangka perundang-undangan yang berlaku secara nasional.
Peraturan Gubenur Maluku Nomor 43 Tahun 2024 tentang Rencana Aksi Daerah RAD Konservasi Penyu dimaksudkan sebagai acuan dalam merumuskan langka langka dan memberikan arahan bagi para pihak terkait untuk menentukan prioritas kegiatan konservasi Penyu di Maluku sebagai salah satu upaya memperbaiki populasi penyu dan keseimbangan ekosistem perairan laut.
Bagi CFI Indonesia, terbitnya Pergub ini sebagai salah satu capaian yang diamanahkan dalam prodoc amandement policy project. Sekaligus memperkuat pengelolaan indicator biodiversity project terpilih Penyu Belimbing untuk ditingkatkan lebih baik di Maluku.
Kementerian Kelautan dan Perikanan menetapkan semua jenis penyu sebagai salah satu target prioritas pengelolaan dari 20 jenis ikan lainnya termasuk di dalamnya penyu belimbing atau leatherback (Dermochelys coriacea). Penyu ditetapkan status perlindungan penuh oleh pemerintah Indonesia melalui Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999. Secara internasional, IUCN memasukkan spesies ini dalam red list, karena diduga populasinya semakin turun.
Penyu belimbing (Dermochelys coriace) atau dikenal oleh masyarakat Kepulauan Kei, Maluku, sebagai Tabob, dan di Buru dikenal juga dengan sebutan “Teteruga Salawaku” adalah penyu raksasa terbesar di dunia. Memiliki ciri khas, yaitu garis-garis menonjol berbentuk buah belimbing pada bagian kerapas/tempurung.
Penyu Belimbing mendapat tekanan ancaman yang tinggi ikuti penurunan jumlah populasi. Salah satu ancamannya adalah perburuan penyu untuk dimanfaatkan dagingnya sebagai bahan makanan. Di beberapa daerah di wilayah Indonesia perburuan penyu murni merupakan tindakan ilegal, sehingga pelakunya dapat diproses hukum sesuai ketentuan yang berlaku.
Di sebagian wilayah Papua dan Maluku, perburuan penyu untuk tujuan konsumsi diakui oleh masyarakat sebagai kearifan lokal dan telah dilaksanakan sejak zaman nenek moyang secara turun-temurun. Kondisi ini menjadi perhatian khusus oleh kebanyakan mitra konservasi bahkan pemerintah termasuk GEF 6 CFI Indonesia telah banyak berupaya melakukan pendekatan-pendekatan persuasif melalui kegiatan sosialisasi. Tujuannya untuk memberi pandangan kepada masyarakat adat bahwa sumberdaya alam termasuk penyu mempunyai batas maksimal pemanfaatan agar populasinya tidak collapse akibat berbagai faktor ancaman termasuk kegiatan perburuan. Dalam hal ini, kearifan lokal dimaksud tidak bisa ditiadakan, namun salah satunya dapat diatur melalui pembatasan jumlah Penyu Belimbing yang boleh ditangkap setiap tahunnya untuk kebutuhan ritual adat. Berbagai upaya lainnya telah dilakukan seperti Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara melibatkan pihak gereja ikut mensosialiasikan upaya penyelamatan penyu belibing dari ancaman kepunahan.
Penyu Belimbing bermigrasi melalui Perairan Maluku Tenggara mencari makan, disana banyak terdapat ubur ubur merah yang menjadi makanan kesukaannya. Kemudian, bertelur di Pulau Buru Maluku. Penyu belimbing dikenal sebagai sang penjelajah samudera menghabiskan dua sampai tiga tahun untuk bermigrasi di lautan.
Untuk memperkuat upaya penyelamatan penyu belimbing KKP melalui CFI Indonesia melakukan pendataan populasi, sosialisasi dan penyadaran pengelolaan Penyu Belimbing dari ancaman kepunahan. Juga memfaslitasi pencadangan kawasan konservasi di Perairan Buru Selatan Bekerjasama dengan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB University dan DKP Provinsi Maluku mengumpulkan data dan informasi pendukung tahun lalu dalam rangka pembentukan kawasan konservasi di Perairan Buru Selatan. Kawasan tersebut perlu di lindungi sebagai lokasi bertelurnya Penyu Belimbing.
Pada tahun 2025 KKP melalui CFI Indonesia mengagendakan fasilitasi percepatan penetapan Kawasan konservasi di Pulau Buru Bagian Selatan lokasi migrasi Penyu Belimbing. Upaya tersebut didukung penuh oleh Pemernitah Provisni Maluku dengan menerbitkan Keputusan Gubernur Maluku Nomor 1957 Tahun 2024 Tentang Pencadangan Kawasan Konservasi Daeraн Di Perairan Provinsi Maluku. Luasan Pencadangan Kawasan Konservasi Daera tersebut mencapai 1,031,665.13 Ha, terdiri dari Kawasan Konservasi Daerah di Perairan Buru, Kabupaten Buru 57.594,12 Ha; Kawasan Konservasi Daerah di Perairan Buru Selatan, Kabupaten Buru Selatan 87.570,95 Hа; Kawasan Konservasi Daerah di Perairan Seram Bagian Timur, Kabupaten Seram Bagian Timur 199.500,06 На; dan Kawasan Konservasi Daerah di Perairan Teon Nila Serua, Kabupaten Maluku Tengah 687.000 На.
Semoga dengan terbitnya Peraturam Gubenur Maluku 43 Tahun 2024 dan Keputusan Gubernur Maluku Nomor 1957 Tahun 2024 dapat mendorong pengelolaan dan perlindungan Penyu Belimbing dari ancaman kepunahan dan memastikan Perairan Buru dan sekitarnya sebagai tempat bertelurnya terkelola dengan baik.
0 COMMENTS