cfi-indonesia.id Satu produk Rencana Pengelolaan Perikanan telah terbit yang difasilitasi CFI Indonesia. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 2024 Tentang Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP) Ikan Terbang pada tanggal 17 Oktober 2024.
Dokumen Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 78/KEPMEN-KP/2024 Tentang RPP Ikan Terbang dapat diunduh pada laman JDIH Kementerian Kelautan dan Perikanan (https://jdih.kkp.go.id/Homedev/DetailPeraturan/6682).
Seyogyanya dokumen RPP berlaku untuk jangka waktu 5 tahun yang diterbitkan sejak tahun 2016, sehingga perlu direviu. Reviu tersebut dilakukan oleh DIrektorat Pengelolaan Sumber Daya Ikan (Dit. PSDI) sejak tahun 2021 dilanjutkan kajian akademis 2022. Kemudian tahun 2023 dilakukan finalisasi dan ditargetkan tahun 2024 dokumen draft finalnya dikonsultasikan dengan berbagai stakeholder serta diupayakan pengesahannya. Seluruh rangkain diatas difasilitasi melalui pendanaan hibah GEF 6 CFI Indonesia “The Ecosystem Approach To Fisheries Management (EAFM) In Eastern Indonesia (Fisheries Management Area (FMA) - 715,717 & 718), Komponents A, B and D”.
Penerbitan RPP Ikan Terbang di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) dimaksudkan untuk mendukung kebijakan pengelolaan sumber daya ikan terbang dengan tujuan sebagai pedoman bagi KKP, pemerintah daerah, instansi terkait, dan pemangku kepentingan dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya ikan terbang di WPPNRI. Pengelolaan sumber daya ikan terbang dimaksud terdiri atas ikan terbang dan telur ikan terbang.
Ruang lingkup RPP Ikan Terbang mencakup penjelasan tentang status perikanan dan rencana aksi strategis untuk jangka waktu 5 (lima) tahun, serta periode pengelolaan dan evaluasi. Beberapa isu terkait aspek sumber daya ikan, lingkungan sumber daya ikan, sosial-ekonomi serta kelembagaan yang sudah tercantum pada RPP Ikan Terbang sebelumnya perlu dilakukan pembaruan dan disusun rencana aksi sesuai dengan isu-isu terkini. Evaluasi RPP Ikan Terbang dilakukan terhadap status perikanan ikan terbang yang meliputi produksi, status pemanfaatan, penambahan daerah penangkapan ikan (DPI), dan upaya penangkapan yang direkomendasikan.
STATUS PERIKANAN IKAN TERBANG
Sumber daya ikan terbang merupakan sumber daya yang unik dan memiliki karakteristik berbeda dengan ikan lainnya. Hal tersebut disebabkan karena pemanfaatannya tidak hanya pemanfaatan tangkapan ikan, namun juga telur dari ikan terbang. Estimasi potensi ikan terbang mencapai 73.526,54 ton/tahun dan telur basanya berkisar antara 2.645 - 4.298 ton.
Produksi tangkapan ikan terbang cenderung berfluktuasi dengan dominan penangkapan berada di WPPNRI 573, 718, 715, dan 713 (Pusdatin KKP, 2023). Produksi ikan terbang secara nasional pada tahun 2022 sebesar 17.290 ton, tertinggi terdapat pada tahun 2020 sebesar 25.428, terendah di tahun 2018 sebesar 10.413 ton.
Nilai produksi ikan terbang berdasarkan data dari Pusdatin KKP (2023) pada tahun 2011-2022 berkisar antara 68,54- 425,95. millyar rupiah.
Sedangkan Informasi produksi telur ikan terbang belum banyak tersedia, sehingga data yang digunakan adalah volume ekspor dan nilai ekspor ikan terbang berdasarkan data Badan Pengendalian dan Pengawasan Mutu Hasil Kelautan dan Perikanan (BPPMHKP). Total ekspor telur ikan terbang basah tahun 2021 sebesar 1.042.898 kg dan telur ikan terbang kering sebesar 994.086 kg, yang keduanya setara dengan 2.036.984 kg telur ikan terbang.
Negara tujuan ekspor ikan terbang adalah Grenada, Jepang, dan Timor Leste. Sedangkan untuk telur ikan terbang, Sepuluh Negara menjadi tujuan ekspornya, Belarusia, China, Jepan, Korea Selatan, Lithuania, Rusia, Taiwan, USE, Vietnam dan Thailand. China, Jepang dan Taiwan mendominasi impor telur ikan disusul Korea Selatan, Rusia dan Vietnam.
Dr. Boli et al dalam hasil kajian yang direlease 2020, harga telur kering ikan terbang di tingkat nelayan berkisar antara Rp300.000,00-Rp400.000,00. Total pendapatan tertinggi adalah Rp630.000.000,00 dan terendah Rp52.000.000,00 dalam satu musim penangkapan.
ISU PRIORITAS
Beberapa isu prioritas terkait aspek sumber daya ikan, lingkungan sumber daya ikan, sosial-ekonomi serta kelembagaan dijumpai pada pengelolaan ikan terbang.
Isu Sumber Daya Ikan meliputi belum tersedianya data dan informasi mengenai potensi, JTB, dan status pemanfaatan ikan terbang dan telur ikan terbang di WPPNRI 573, 713, 715, dan 718; serta adanya indikasi penurunan stok ikan terbang.
Pada isu Lingkungan Sumber Daya Ikan diantaranya ditemukan, belum optimalnya penanganan Abandoned, Lost, Discarded Fishing Gear (ALDFG) dari aktivitas penangkapan ikan terbang dan telur ikan terbang yang berpotensi merusak ekosistem pesisir; serta adanya operasional kapal penangkap ikan terbang dan telur ikan terbang yang menyebabkan kerusakan terumbu karang.
Isu Sosial dan Ekonomi mempriotaskan pada terbatasnya informasi jumlah nelayan, armada dan struktur biaya penangkapan ikan terbang dan telur ikan terbang; adanya konflik antar nelayan dan konflik antara nelayan dengan masyarakat pesisir lokal dalam pemanfaatan telur ikan terbang; rendahnya kontribusi komoditas telur ikan terbang terhadap ekonomi lokal; serta rendahnya kontribusi komoditas telur ikan terbang terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) lokal.
Sedangkan Isu Tata Kelola meliputi rendahnya tingkat kepatuhan nelayan dalam memenuhi persyaratan perizinan dan kepatuhan dalam kegiatan kegiatan penangkapan ikan terbang dan telur ikan terbang; terbatasnya forum atau komite kelembagaan terkait ikan terbang; belum adanya mekanisme penentuan jumlah kapal (izin) dan pengaturan kuota penangkapan ikan terbang dan telur ikan terbang berdasarkan data ilmiah; serta masih kurangnya pendataan hasil tangkapan telur ikan terbang di WPPNRI Prioritas.
Sebelumnya beberapa upaya dilakukan oleh KKP melalui CFI Indonesia untuk mengatur pengelolaan ikan terbang dan telurnya. Salah satunya memfinalisasi telaah teknis alat penangkapan ikan (API)/alat bantu penangkapan ikan (ABPI) ikan dan telur ikan terbang. Hasilnya merekomendasikan penetapan “bale-bale” sebagai API telur ikan terbang.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Zona Penangkapan Ikan Terukur dan Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia di Perairan Darat (Permen KP Nomor 36 Tahun 2023), API Bale bale dapat menangkap ikan terbang dan telur ikan terbang termasuk dalam API yang diperbolehkan dengan penampatannya di Jalur Penangkapan Ikan II.
Dengan terbitnya KEPMEN Nomor 76 Tahun 2024 otomatis mencabut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan sebelumunya Nomor 69/KEPMEN-KP/2026 tentang Rencana Pengelolaan Perikanan Ikan Terbang di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
0 COMMENTS