728 x 90

CFI INDONESIA : MELAKSANAKAN KAJIAN BIOEKOLOGI KEPITING BAKAU DI WPPNRI 715, 717, DAN 718

cfi-indonesia.id – Tim bioekologi kepiting bakau Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Perikanan Indonesia (DPP ISPIKANI)  telah menyelesaikan penelitian intensif terkait kondisi ekosistem mangrove dan populasi kepiting bakau (Scylla spp.) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 715, 717, dan 718. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data ilmiah yang mendukung pengelolaan berkelanjutan kepiting bakau sebagai salah satu sumber daya penting di wilayah pesisir Indonesia.

Kegiatan penelitian Bioekologi Kepiting Bakau dilakukan di 17 titik lokasi yang tersebar di perairan tiga WPPRI 715, 717 dan 718.

Kegiatan kajian ini terlaksana atas Kerjasama antara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), cq. Direktorat Jenderal Pengelolaan Sumber Daya Ikan (Dit. PSDI) bersama DPP ISPIKANI melalui dana hibah Global Environmental Facility (GEF) - 6 Coastal Fisheries Initiative – Indonesia Child Project (CFI-ICP).

Kegiatan penelitian dilakukan di 17 titik lokasi yang tersebar di perairan ketiga WPP tersebut. Penelitian melibatkan kajian ekologi mangrove sebagai habitat alami utama kepiting bakau, termasuk habitat reproduksi, komposisi jenis kepiting bakau, kepadatan,  struktur morfometrik, pola pertumbuhan, analisis rasio jenis kelamin (sex ratio), dan status reproduksi. Data ini diharapkan dapat memberikan gambaran menyeluruh tentang kondisi populasi kepiting bakau dan faktor lingkungan yang mempengaruhinya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi ekosistem mangrove di beberapa lokasi penelitian masih dalam kondisi baik, dengan Tingkat keanekaragaman dan kerapatan vegetasi mangrove, yang mengindikasikan kestabilan populasi. Di WPP 715, teridentifikasi 11 spesies mangrove dengan kerapatan mencapai 883 - 2,400 pohon/Ha. Di WPP 717 terindentifikasi 4 species, di WPP 718 teridentifikasi 9 spesies mangrove dengan kerapatan sangat tinggi yaitu 2600 – 2700 pohon/ha. Kondisi mangrove di WPP 718 masih alami dan sangat rapat sehingga menjadi tantangan berat untuk menembus ke zona dalam, tutur Dr. Laura Siaheininea dari Universitas Pattimura, Ambon.

Kegiatan FGD pembahasan hasil pengumpulan data bioekologi Kepiting Bakau di tiga WPPNRI 715,717 dan 718 d Bogor (24-26/11/2024)

Penelitian berhasil mengidentifikasi 4 jenis kepiting Bakau, yaitu Scylla serrata, S. paramamosain, S. tranqubarica, dan S. olivacea.  Keempat spesies tersebut ditemukan di ketiga WPP yang dikaji. Analisis morfometrik menunjukkan adanya variasi ukuran tubuh antara individu yang ditemukan di lokasi yang berbeda. Kepiting yang ditemukan di WPP 718 khususnya di Kepulau Aru, lebih besar dibandingkan di Pulau Seram, WPP 715. Sedangkan berdasarkan jenis, ukuran S. serrata dan S. Paramamosain lebih besar dari jenis S. tranqubarica, dan S. olivacea. Selain itu, analisis sex ratio mengungkapkan bahwa sebagian besar populasi memiliki proporsi jantan yang lebih besar dibanding betina, yang ditemukan di ekosistem mangrove. "Hal ini adalah fenomena yang wajar, karena kepiting jantan lebih agresif menjelajah hutan mangrove, sedangkan betina melakukan migrasi pemijahan ke laut. Dengan demikian populasi yang ditemukan di ekosistem mangrove cenderung didominasi oleh kepiting jantan," jelas Dr. Laura, salah satu peneliti dalam tim bioekologi kepiting bakau.

Selain itu, penelitian yang telah dilakukan secara intensive selama dua bulan ini dapat memberikan gambaran bahwa kepiting bakau memijah sepanjang tahun, namun tiap WPP memiliki musim puncak pemijahan pada periode tertentu. Diduga periode Oktober-November merupakan salah satu puncak musim reproduksi. Dengan demikian dibutuhkan periode kajian secara intensif selama 1 tahun, kata Prof. La Sara dari Universitas Halue Oleo.

Hasil penelitian ini memberikan banyak informasi yang sangat penting dijadikan dasar dalam pengelolaan Kepiting Bakau dan juga sebagai dasar berpijak untuk pengelolaan pengembangan hatchery kepiting dan budidaya kepiting bakau,  bukan hanya penggemukan tetapi juga produksi kepiting bakau lunak, ujar M. Iqbal Djawad Ph.D, ketua tim peneliti dari Universitas Hasanuddin.

Prof. Dietriech G Bengen, DEA anggota tim peneliti dari IPB juga menambahkan bahwa penelitian ini tidak hanya memberikan informasi ilmiah tetapi juga menjadi dasar penting bagi kebijakan pengelolaan perikanan dan konservasi di WPP 715, 717, dan 718. Tim peneliti yang berasal dari 7 universitas di Indonesia yaitu  IPB University, Universitas Hasanuddin, Universitas Mataram, Universitas Halue Oleo, Universitas Pattimura,Universitas Manokwari dan Universitas Khairun,  berharap hasil studi ini dapat digunakan oleh pihak terkait, termasuk pemerintah daerah, pengelola kawasan, dan masyarakat pesisir, untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya pelestarian ekosistem mangrove dan sumber daya kepiting bakau.

0 COMMENTS

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *

0 Comments