728 x 90

KKP: TEKNOLOGI HEMAT BAHAN BAKAR UNTUK MENGURANGI POLUSI LAUT

Mengatasi Kelangkaan Bahan Bakar Dan Polusi Di Perikanan Pesisir Indonesia

Balai Besar Perikanan Tangkap (BBPI) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyelenggarakan acara Bimbingan Teknis bertajuk “Penerapan Teknologi Penghematan Bahan Bakar untuk Armada Penangkapan Ikan” di Kabupaten Maluku Tenggara (Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 718). Acara ini didukung oleh program hibah dari GEF-6 CFI Indonesia, yang bertujuan untuk mempromosikan efisiensi bahan bakar dan mengurangi dampaknya terhadap pencemaran laut.

Mengatasi Tantangan Akses Bahan Bakar di Kepulauan Terpencil

Bimbingan Teknis (Bimtek) ini membahas tantangan yang dihadapi oleh nelayan kecil dalam mengakses bahan bakar. Nelayan di pulau-pulau terluar seperti Maluku Tenggara sering menghadapi keterbatasan atau tidak tersedianya pasokan bahan bakar karena ketiadaan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) atau Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di daerah tersebut. Akibatnya, nelayan dan pengecer bahan bakar sering kali harus pergi ke pusat kota atau bahkan menyeberangi pulau untuk membeli bahan bakar dari SPBN atau SPBU terdekat, yang secara signifikan meningkatkan biaya operasional mereka.

Bimtek ini diadakan di salah satu desa binaan CFI Indonesia, Desa Watkidat, di Kecamatan Kei Besar Barat Daya, Kabupaten Maluku Tenggara. Desa ini merupakan salah satu pulau terluar di Indonesia yang berbatasan langsung dengan Australia. Di Watkidat, untuk mendapatkan bahan bakar, nelayan harus pergi ke Pulau Kei Kecil (sekitar 2 jam perjalanan dengan kapal dan kemudian dengan transportasi darat). Bahkan di Kei Kecil, pasokan bahan bakar terbatas dan sering kali harus dipesan terlebih dahulu. Orang-orang berbaris dalam antrian panjang, dan para nelayan harus bersaing dengan mobil dan motor selama berjam-jam. Mereka bisa mendapatkan bahan bakar tanpa harus mengantri, tetapi harganya 20% lebih mahal. Mengingat hasil tangkapan nelayan yang berfluktuasi dan kondisi laut yang menantang, hal ini menggambarkan bahwa masalah bahan bakar yang dihadapi setiap hari oleh para nelayan di Watkidat dan pulau-pulau terpencil lainnya di Indonesia merupakan masalah yang signifikan.

Memperkenalkan “A-Mat Ben”: Inovasi yang Sederhana namun Kuat

Untuk mengatasi hal ini, CFI Indonesia, bekerja sama dengan Balai Besar Penelitian Perikanan Indonesia (BBPI) Semarang memperkenalkan alat penghemat bensin yang disebut “A-Mat Ben”, yang merupakan pengionisasi bahan bakar yang terdiri dari magnet neodymium permanen. A-Mat Ben mengionisasi molekul bahan bakar, membuatnya lebih mudah berikatan dengan oksigen, sehingga menghasilkan pembakaran yang lebih efisien di ruang bakar mesin. Hal ini meningkatkan tenaga mesin, mengurangi konsumsi bahan bakar (dengan penghematan mulai dari 4% hingga 14% berdasarkan hasil pengujian), dan menurunkan emisi gas buang, sehingga lebih ramah lingkungan.

Perangkat A-Mat Ben yang dipasang pada mesin kapal peserta Bimtek menawarkan beberapa keuntungan: perangkat ini relatif kecil dan ringkas sehingga hanya membutuhkan sedikit ruang untuk pemasangan, tidak memerlukan catu daya eksternal, mudah dipasang, dan memiliki pelindung magnetik yang memastikan perangkat ini hanya memengaruhi aliran bahan bakar dan aman untuk peralatan elektronik di dekatnya.

Secara umum, para peserta menyampaikan rasa terima kasih atas terselenggaranya Bimtek “Penerapan Teknologi Penghematan Bahan Bakar untuk Armada Penangkapan Ikan” di Watkidat. Mereka berharap A-Mat Ben ini dapat membantu mengurangi konsumsi bahan bakar selama operasi penangkapan ikan, memberikan solusi atas tantangan akses bahan bakar yang mereka hadapi, dan bahwa kegiatan serupa akan ditawarkan di masa depan kepada nelayan lain yang belum berkesempatan untuk berpartisipasi.

Kegiatan ini diapresiasi oleh Pejabat Sekretaris Daerah Kabupaten Maluku Tenggara, Nicodemus Ubro, yang menghadiri acara tersebut dan secara resmi membuka acara tersebut. Ubro menekankan bahwa acara Bimtek seperti ini sangat penting, terutama bagi daerah yang terletak di pulau-pulau terluar seperti Watkidat, di mana ketersediaan bahan bakar sangat terbatas dan sulit diakses.

Tiga bulan setelah pelatihan, BBPI Semarang melakukan monitoring dan evaluasi dengan mewawancarai beberapa peserta. Berdasarkan data dan informasi yang dikumpulkan selama pemantauan ini, beberapa kesimpulan dapat diambil:

  • A-Mat Ben masih digunakan hingga Desember 2024 (saat monev dilakukan) oleh para nelayan yang menerima alat tersebut selama Pelatihan;
  • Tidak ditemukan masalah dengan mesin yang menggunakan A-Mat Ben;
  • Penghematan bahan bakar yang terjadi berkisar antara 1-5 liter atau 10%-50%. Variasi ini mungkin disebabkan oleh perbedaan kecepatan putaran mesin di antara pengguna, ukuran mesin yang berbeda-beda (15 HP, 25 HP, dan 50 HP), dan kondisi cuaca yang berbeda selama operasi.

Berkontribusi untuk Lautan yang Lebih Bersih dan Aksi Iklim

Berdasarkan temuan ini, BBPI Semarang berharap penggunaan A-Mat Ben, seperti yang diperkenalkan melalui Bimtek ini, dapat menjadi solusi bagi tantangan terkait bahan bakar yang dihadapi oleh para nelayan di daerah tertinggal, terpencil, terdepan, atau terluar di Indonesia-sekaligus mengurangi pencemaran laut.

Penggunaan bahan bakar fosil yang terus menerus di laut berpotensi menjadi sumber polusi yang signifikan, mengancam keberlanjutan ekosistem laut dan berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca yang mendorong perubahan iklim global. Melalui inisiatif ini, CFI Indonesia berperan dalam membantu melestarikan laut sebagai salah satu aset alam yang paling berharga di dunia dan mengurangi tekanan yang terus meningkat terhadap lingkungan.

0 COMMENTS

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *

0 Comments