Jakarta,- Delegasi Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) baru saja pulang dari kegiatan konferensi the Coastal Fisheries Initiative yang diselenggarakan oleh GEF-6 (Global Environment Facility) 6th di Senegal.
Kegiatan yang berlangsung pada tanggal 20-25 Februari 2023 itu dalam rangka pertemuan antara Enam negara berkaitan dengan progres, pembelajaran, pertukaran informasi, dan terkait upaya-upaya pengembangan sektor kelautan dan perikanan khususnya perikanan pantai.
Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan, Ridwan Mulyana yang merupakan salah satu peserta delegasi dari Indonesia, dalam kesempatan wawancara khusus dengan awak media menyampaikan pengalamannya mengikuti kegiatan tersebut.
Ridwan mengatakan melalui anggaran yang disediakan oleh GEF-6, DJPT berkesempatan bertukar informasi, pembelajaran, dan juga bagaimana praktik-praktik pembangunan perikanan khususnya skala kecil di Indonesia. Sekedar informasi bahwa negara-negara lain peserta GEF-6 ini antara lain Peru, Ekuador, Cabo Verde, Pantai Gading, Senegal, termasuk Indonesia.
"Ini adalah forum kerjasama inisiatif dan upaya pengembangan perikanan pantai di 6 negara. Ada beberapa pembelajaran yang dilakukan antar negara dimana masing-masing negara tersebut ada kekhasan masing-masing. Harapannya, negara mana yang ada sisi keunggulan, kita bisa adopsi. Begitu juga sebaliknya mereka juga bisa adopsi dari kita," jelas Ridwan saat ditemui wartawan, Senin (6/3/2023).
Ikut hadir dalam pertemuan Coastal Fisheries Initiative (CFI) Annual Global Partnership Consultation (GPC), gambar terlihat dari kanan ke kiri Staf Ahli Menteri Bidang Pengawasan SDKP Edi Juardi, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap M. Zaini Hanafi, Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan DJPT Ridwan Mulyana, dan Manager CFI Indonesia - WWF US GEF agency Heike Lingertart.
Ridwan mengatakan dalam pertemuan tersebut yang menjadi keunggulan Indonesia adalah bahwa pengelolaan perikanan kita berbasis masyarakat, atau kita namakan kearifan lokal. Masyarakat kita mampu mengatur kapan dilakukan pemanenan ikan, kapan dilakukan penutupan area dan sebagainya.
"Kemudian juga kita pemerintah mendorong dan sudah memberikan insentif, contohnya kita menjamin membantu pasar mereka bagaimana menembus pasar ekspor internasional, kita arahkan untuk perbaikan perikanan, dan bersertifikat," jelas Ridwan.
Selain itu kata Ridwan banyak hal lainnya juga dari kita yang dipelajari oleh negara lain. Sebagai contohnya pembangunan perikanan berbasis EAFM (Ecosystem Approach for Fisheries Management), yakni pengelolaan perikanan berbasis ekosistem.
"Selama inikan mungkin beberapa negara mengelola ikan itu hanya melihat ikan masih ada atau tidak, belum mempertimbangkan lingkungan, lautnya apakah akan tercemar atau tidak, atau sosial ekonomi masyarakatnya dampaknya bagaimana, kondisi kesehatan laut dan sebagainya," ungkap Ridwan.
Misalnya kata Ridwan, ada ikan yang hidup di beberapa habitat, seperti terumbu karang, mangrove, sehingga hal tersebut perlu untuk diperhatikan. Kemudian juga masyarakatnya, pelaku usahanya, bagaimana perilaku dan intensitas penangkapan yang mereka lakukan terhadap stok sumber daya ikan.
Ridwan mengatakan dalam pemaparan yang disampaikan oleh negara lain, bahwa delegasi kita tertarik dengan pengelolaan mangrove di Peru. Hal ini disebabkan bahwa pengelolaan disana sudah lumayan baik.
Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan DJPT Ridwan Mulyana bersama Direktur Jenderal Perikanan Tangkap M. Zaini Hanafi, Staf Ahli Menteri Bidang Pengawasan SDKP Edi Juardi, dan tim delegeasi Indonesia mengunjungi pelabuhan perikanan Dakar-Senegal.
"Jadi mereka (Peru) didukung sarana fasilitas laboratorium, seperti pemantauan spesies kerang yang hidup di mangrove sedang melakukan restocking yang sudah hampir punah. Mereka melakukan penelitian, membudidayakan, bahkan mereka menaruh kembali kerang-kerang tersebut di mangrove," jelasnya lagi.
Hal lainnya yang membuat Indonesia tertarik belajar dari Peru kata Ridwan, bahwa pengelolaan perikanan mereka sudah terintegrasi juga dengan wisata dan sebagainya.
Dalam kegiatan tersebut juga kata Ridwan, delegasi Indonesia berkesempatan mengunjungi sentra-sentra perikanan yang ada di Senegal yakni Pelabuhan Perikanan terbesar mereka yang berada di Dakar terintegrasi dengan pelabuhan umum.
Delegasi Republik Indonesia terdiri dari Direktur Jenderal Perikanan Tangkap (M. Zaini Hanafi), Staf Ahli Menteri Bidang Pengawasan SDKP (Edi Juardi), Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan DJPT (Ridwan Mulyana), Fungsional Ahli Muda Pengelola Produksi Perikanan Tangkap (P3T) (Yunisdiarti) , Ketua Kelompok Nelayan Perempuan Watkidat (Sri Fani Mony), Staf Direktorat Pengelolaan Sumberdaya Ikan (Karto Pulung), dan Spesialis Safeguard and Gender CFI Indonesia (Adipati Rahmat Gumelar) mengunjungi Kedutaan Besar Indonesia di Dakar-Senegal.
"Kita berkesempatan mengunjungi Kedutaan Besar kita, untuk mengetahui karakteristik perikanan yang ada di Dakar. Kita juga melihat langsung di lapangan. Ini menarik bahwa perikanan skala kecil disana memang pengelolaannya secara umum dari sisi fasilitas lebih bagus dari kita. Dari sisi pengelola pelabuhan perikanan sudah ada pengaturan penangkapan yang lebih baik," jelasnya lagi.
Nelayan Senegal kata Ridwan lebih selektif menangkap ikan-ikan yang menjadi tujuan penangkapan. Dia melihat disana beberapa jenis ikan-ikan konsumsi dalam keadaan segar yang didaratkan tidak melalui dermaga, tetapi langsung di pantai.
"Mereka menggunakan alat tangkap yang selektif. Sehingga tidak ada tertangkap ikan-ikan kecil, kalau kita bandingkan dengan kita masih menggunakan alat tangkap yang tidak selektif, ikan kecil terbawa dan membuat bau pelabuhan," tegas Ridwan.
0 COMMENTS